Jumat, 16 November 2012

Piagam Madinah

Sore hari, Jumat, 16 November 2012. Saya dan kedua teman sedang berbincang-bincang di suatu kedai kopi di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Perbincangan yang terjadi dapat dibilang hanya perbincangan yang cukup ringan, berkisar dengan hal-hal keorganisasian. Sampai pada suatu saat, salah satu teman saya ini izin untuk menjemput tantenya. Kemudian tinggallah kami berdua di kedai tersebut.

Sebelumnya, kedua teman saya Dwi Hartono dan Bilal Dwi Nugraha. Merupakan teman se-almamater SMAN 65 Jakarta. Teman saya yang izin untuk menjemput tantenya namanya Dwi Hartono.


Kemudian mulailah kami berdua (saya dan Mas Bilal). Dimulai dari obrolan basa-basi. Beliau menanyakan kabar kuliah saya. Kemudian obrolan berkembang ke arah hukum, mengingat saya adalah mahasiswa hukum. Obrolan berkembang ke berbagai arah, namun tetap kaitannya dengan topik hukum. Mulai dari pemerintahan baru Joko Widodo di DKI Jakarta, sampai kepada pendapat dari relevansi pidana mati di Indonesia.


Sampai pada suatu saat, berlanjut kepada perbincangan masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW. Mas Bilal mengatakan pada masa Nabi Muhammad SAW, Nabi Muhammad SAW pernah membuat suatu Code of conduct di antara Umat Islam dan Kaum Yahudi. Code of Conduct tersebut dinamakan “Piagam Madinah”.


Beliau tunjukkan isi Piagam Madinah yang didapat dari hasil googling. Sekejap saya terenyuh melihat isi dari Piagam Madinah tersebut. Begitu baik rumusan perjanjian yang dituangkan di dalamnya. Banyak ketentuan yang diatur di dalamnya. Salah satu yang menjadi fokus kami berdua adalah ketentuan yang intinya, akan diberlakukan hukuman yang setimpal, contoh: hukuman mati untuk orang yang membunuh, namun diadakan pengecualian terhadap seseorang yang membela diri. Saya langsung teringat dengan pengecualian di dalam hukum positif di Indonesia, yang juga menganut sistem tersebut. Yaitu overmacht yang diatur di dalam KUHP Pasal 49. Dari contoh itu dapat dikatakan bahwa Nabi Muhammad SAW, sangat Pioneer dari segi pemikiran atas kepentingan umat-Nya.


Terlepas dari Piagam Madinah tesebut, obrolan kami kembali kepada bagaimana kondisi penegakan hukum di Negara Indonesia. Kami berdua berpendapat sama, kondisi hukum di Negara Indonesia sangatlah carut-marut. Harusnya kita sekarang, yang merupakan manusia-manusia yang jauh lebih modern, dapat membuat ketentuan hukum yang jauh lebih baik daripada Piagam Madinah. Keterbukaan informasi sudah sebegitu luasnya. Bahkan hampir tidak ada informasi yang tidak dapat diakses dengan alat yang namanya internet.


Kesimpulannya, kita sekarang pribadi-pribadi yang baik hatinya, yang peduli kepada kemaslahatan menusia. Sudah selayaknya berkaca diri, dari tigal hal yaitu: Siapa saya? Di mana saya? dan Bagaimana saya? Pertanyaan itu penting sekali untuk dijawab, sebab dari situ akan tergambar dengan baik diri kita, kemudian apa yang dapat kita lakukan demi kebaikan. Sekali lagi, “mari berkaca diri”.
 
Sumber:
  1. http://id.wikisource.org
  2. http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php
 

Jumat, 19 Oktober 2012

Eksistensi Hukum dalam Masyarakat


Pada hakikatnya masyarakat merupakan makhluk sosial, makhluk yang komunal. Artinya tidak ada satu manusia pun yang dapat bertahan hidup tanpa hadirnya manusia lain. Keterbatasan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup seorang manusia terjadi di segala bidang. Misalnya di bidang pemenuhan kebutuhan pokok seperti makan, tidak mungkin seseorang mampu untuk mengadakan beras dan lauk-pauknya sendiri tanpa ada bantuan orang lain. Kemudian juga dalam pergaulan, mayoritas orang butuh kehadiran orang lain pada dirinya. Baik sebagai keluarga, teman, guru, suami, istri, dll.

Seorang ahli juga pernah mengemukakan pendapatnya, yaitu Aristoteles yang dikatakannya "Zoon Politicon", yang artinya manusia pada dasarnya merupakan makhluk yang suka bermasyarakat.

Dari proses bermasyarakat yang terjadi itulah yang kemudian akan memunculkan hak dan kewajiban dari masing-masing individu dalam masyarakat. Berdasarkan teori kehendak (Wilsmacht Theori), hak adalah kehendak yang diperlengkapi dengan kekuatan dan diberi oleh tata tertib hukum kepada seseorang. Teori itu dianut oleh Bernhard Winscheid. Sedangkan kewajiban merupakan beban yang diberikan oleh hukum kepada subyek hukum. Antara hak dan kewajiban ini harus seimbang. Contohnya, memang setiap orang memiliki hak yang harus dipenuhi, namun hak tersebut juga tidak boleh sampai melukai hak orang lainya. Sebab hak dari sesorang merupakan kewajiban dari orang lainnya. Dengan kata lain hak dan kewajiban itu harus sejalan, tidak dapat berdiri masing-masing.

Untuk menjamin tidak terjadi benturan hak dan kewajiban antar individu dalam masyarakat itulah yang mengharuskan hadirnya hukum. Dengan hadirnya hukum, diharapkan akan menjadikan kehidupan dalam masyarakat menjadi kondusif. Atau paling tidak intensitas benturan yang terjadi antara hak dan kewajiban dalam masyarakat dapat ditekan menjadi seminimal mungkin.

Dari situ dapat ditarik kesimpulan bahwa, di dalam setiap kelompok masyarakat akan hidup hukum yang berfungsi mengatur kehidupan. Baik diinginkan atau tidak diinginkan keberadaan hukum oleh masyarakat, sudah pasti sistem hukum akan terbentuk dalam masyarakat. Oleh sebab itu, di setiap kelompok masyrakat mempunyai karakteristik hukumnya masing-masing.

Sumber:
- Catatan Kuliah Fully Handayani R, S.H., M.Kn. (Pengantar Ilmu Hukum)
- Catatan/Bahan Ujian Akhir PIH Universitas Padjajaran

Segala kritik dan saran dapat disampaikan kepada saya memalui email: ardy.wirawan92@gmail.com


Definisi Hukum

Hukum, merupakan suatu kata yang sangat sering digunakan. Namun mungkin banyak dari kita yang tidak benar-benar tau apa definisi hukum sebenarnya. Memang sejauh ini tidak ada seseorang pun yang mampu mendefinisikan kata hukum secara utuh. Banyak sebetulnya hal yang membuat definisi hukum seperti 'mengambang'. Antara lain adalah definisi hukum akan tergantung kepada siapa orang yang mendefinisikannya.
Berikut saya lampirkan beberapa definisi yang disampaikan oleh para ahli hukum:


1) Hugo Grotius (Hugo de Grot) (1625):
Hukum adalah aturan tentang tindakan moral yang mewajibkan apa yang benar.

2) J.C.T. Simorangkir, S.H. dan Woerjono Sastropranoto, S.H.:
Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib.

3) Thomas Hobbes, dalam "Leviathan" (1651):
Hukum adalah perintah-perintah dari orang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan memaksakan perintahnya kepada orang lain.

4) Plato:
Hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.

5) Aristoteles:
Hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.

6) E. Utrecht:
Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup, perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat, oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah/penguasa itu.

7) R. Soeroso S.H.:
Hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.

8) Abdulkadir Muhammad, S.H.:
Hukum adalah segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya.

9) Mochtar Kusumaatmaja, dalam "Hukum, Mayarakat dan Pembinaan Hukum Nasional" (1976:15):
Pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.


Berdasarkan definisi-definisi yang diungkapkan oleh para ahli hukum di atas. Saya mencoba untuk mendefinisikan kata hukum, yaitu sebagai berikut:
'Hukum adalah suatu alat yang berfungsi untuk menjaga kondisi masyarakat tetap dalam keadaan stabil'.
Hukum menjaga keadaan masyarakat tetap stabil dengan cara menentukan tindakan mana yang dilarang, dan tindakan mana yang diperbolehkan. Apabila terjadi tindakan yang melanggar atas apa yang telah dilarang oleh hukum, maka akan ada sanksi yang dapat dijatuhkan kepadanya.

Sumber:
- http://www.putracenter.net

Segala kritik dan saran dapat disampaikan kepada saya memalui email: ardy.wirawan92@gmail.com