Sumber foto http://www.aktual.com/ |
Permasalahan kemacetan di DKI Jakarta sudah semakin mengkhawatirkan. Kerugian yang timbul akibat kemacetan tersebut juga sangat besar nilainya. Misalnya saja akibat kendaraan yang harus stop and go pada kondisi macet menyebabkan konsumsi bahan menjadi lebih tinggi dibandingkan berjalan pada kondisi yang normal. Selain itu juga banyak kegiatan ekonomi gagal dilakukan atau setidaknya berkurang kualitasnya karena ketepatan waktu yang tidak terwujud disebabkan oleh kemacetan.
Berbagai kebijakan Pemerintah DKI Jakarta sudah
diberlakukan guna menyikapi permasalahan di atas, contohnya pembuatan sistem
Bus Transjakarta berikut dengan perluasan pelayanan yang terus dilakukan,
pembatasan kendaraan dengan sistem three
in one yang artinya pada ruas jalan tertentu dan pada jam tertentu
di dalam satu mobil paling tidak harus mengangkut 3 orang, dan berbagai kebijakan
lainnya. Kendati sudah dilakukan berbagai kebijakan dengan tujuan mengurangi
tingkat kemacetan di DKI Jakarta, namun permasalahan kemacetan masih terjadi
dan masih berada pada tingkat yang mengkhawatirkan.
Pemerintah DKI Jakarta dalam kegiatannya membuat kebijakan dalam rangka mengurangi kemacetan di DKI Jakarta, selain membuat
kebijakan-kebijakan yang bersifat baru, juga senantiasa melakukan evaluasi
terhadap kebijakan-kebijakan yang telah ada. Salah satunya yang baru saja
diberlakukan di DKI Jakarta adalah berupa kebijakan pelarangan kendaraan
berdasarkan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) atau yang biasa dikenal dengan
plat nomor polisi kendaraan (Nopol).
Kebijakan pembatasan kendaraan berasarkan Nopol
(Pembatasan Ganjil-Genap) ini merupakan pengganti dari
kebijakan yang telah diberlakukan sebelumnya yaitu sistem three
in one. Sistem three in one ternyata terbukti tidak efektif mengurangi tingkat
kemacetan, justru di lain sisi menimbulkan masalah baru. Misalnya bermunculan
praktik joki yang membantu para pengendara untuk memenuhi syarat three in one tadi. Lebih parahnya lagi,
tidak sedikit ditemukan bahwa yang bekerja menjadi joki ini adalah anak-anak
yang seharusnya pada jam-jam tersebut mereka sedang bersekolah.
Berdasarkan berbagai pertimbangan, Pemerintah
DKI Jakarta kemudian mengubah sistem three
in one menjadi Pembatasan Ganjil-Genap. Adapun Pembatasan Ganjil-Genap
tersebut merupakan suatu kebijakan transisi menuju kebijakan yang dinamakan Electronic Road Pricing (ERP) atau
sistem jalan berbayar elektronik. Namun dalam rangka mempersiapkan sarana dan
prasarana kebijakan ERP tersebut, agar tidak hanya bersifat menunggu,
digunakanlah formulasi Pembatasan Ganjil-Genap ini.
Berikut beberapa poin informasi terkait dengan
Pembatasan Ganjil-Genap:
a. Sosialisasi : 28 Juni s.d. 26 Juli 2016
b. Ujicoba : 27 Juli s.d. 26 Agustus 2016
c. Pemberlakuan : Efektif berlaku mulai 30 Agustus 2016
2. Dasar Hukum Pelaksanaan
Peraturan Gubernur Provinsi DKI
Jakarta No. 164 Tahun 2016 tentang Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem
Ganjil-Genap
3. Waktu Pemberlakuan
a. Hari Senin s.d. Jumat
b. Hari Sabtu, Minggu, dan hari libur Nasional yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden tidak diberlakukan Pembatasan Ganjil-Genap
c. Pukul 07.00 – 10.00 WIB
dan 16.00 – 20.00 WIB
4. Wilayah Penerapan
a. Jl. Sisingamangaraja;
b. Jl. Jenderal Sudirman;
c. Jl. M.H. Thamrin;
d. Jl. Medan Merdeka Barat;
e. Sebagian
Jl. Jenderal Gatot Subroto antara persimpangan Jalan Gatot Subroto mulai dari Gerbang
Pemuda s.d. persimpangan Jl. H.R. Rasuna Said pada jalur jalan umum bukan tol.
Sistem Pengaturan Pembatasan Ganjil-Genap ini
hanya memperbolehkan kendaraan melintas pada ruas jalan yang ditentukan dengan Nopol yang angka
terakhirnya adalah angka genap pada tanggal yang merupakan angka genap, begitu
pula sebaliknya. Misalnya Nopol B 6134 BRW, B 1436 TCG, B 126 PST, dan B 5248
CG, oleh karena angka terakhirnya adalah angka-angka genap, maka kendaraan
tersebut hanya boleh melintas pada jalur-jalur yang ditentukan pada
tanggal-tanggal yang angkanya genap pula. Kemudian misalnya Nopol B 3147 NFS, B
213 TKW, B 9743 BTK, dan B 4139 KL, oleh karena angka terakhirnya adalah angka-angka
ganjil, maka kendaraan tersebut hanya boleh melintas pada jalur-jalur yang
ditentukan pada tanggal-tanggal yang angkanya ganjil saja.
Penerapan Pembatasan Ganjil-Genap tidak
diberlakukan kepada seluruh jenis kendaraan bermotor. Berikut ini beberapa jenis
kendaraan yang tidak terkena Pembatasan Ganjil-Genap:
a. Kendaraan Pimpinan Lembaga
Negara Republik Indonesia, yakni:
1. Presiden/Wakil Presiden;
2. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat/Dewan
Permusyawaratan Rakyat/Dewan Perwakilan Daerah; dan
3. Ketua Mahkamah Agung/Mahkamah Konstitusi/Komisi
Yudisial.
b. Kendaraan Pimpinan dan
Pejabat Negara Asing serta Lembaga Internasional;
c. Kendaraan dinas berplat
dinas;
d. Kendaraan pemadam
kebakaran;
e. Kendaraan ambulans;
f. Kendaraan angkutan umum
dengan plat berwarna kuning;
g. Kendaraan angkutan barang;
h. Sepeda motor;
i. Kendaraan
untuk kepentingan tertentu.
Khusus untuk jenis kendaraan huruf g dan h,
pemberlakukan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 164 Tahun 2016
tentang Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil-Genap (Pergub Ganjil-Genap) dilakukan paralel dengan peraturan perundang-undangan
lainnya, misalnya pada ruas tertentu dan pada ruas jalan tertentu dan pada jam
tertentu angkutan barang dilarang melintas, begitu pula bagi pengendara sepeda
motor, untuk ruas jalan tertentu yang memang tidak diperbolehkan melintas,
tetap tidak diperbolehkan melintas jalan tersebut.
Konsep sanksi bagi para pelanggar ketentuan
sistem Pembatasan Ganjil-Genap ini ditentukan dengan mengacu kepada 2 peraturan
perundang-undangan, yaitu Pergub Ganjil-Genap dan UU No. 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU Lalu Lintas), yaitu
dengan ketentuan sebagai berikut:
Pasal 6 Pergub Ganjil-Genap:
Pada ruas jalan yang menuju kawasan pembatasan lalu
lintas dengan sistem ganjil-genap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, dipasang rambu
lalu lintas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 8 Pergub Ganjil-Genap:
Pelanggaran terhadap pelaksanaan kawasan
pembatasan lalu lintas dengan sistem ganjil-genap dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 287 ayat (1) UU Lalu Lintas:
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan
Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan
dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4)
huruf a atau Marka Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling
banyak Rp500.000,- (lima ratus ribu Rupiah).
Pasal 6 Pergub Ganjil-Genap menyatakan bahwa
implementasi Pembatasan Ganjil-Genap dilakukan dengan membuat suatu rambu lalu
lintas yang menerangkan hal sebagaimana dimaksud oleh sistem Pembatasan Ganjil-Genap
ini, maka terhadap pengendara yang terbukti melakukan pelanggaran atas rambu
lalu lintas ini akan otomatis melanggar Pasal 287 ayat (1) UU Lalu Lintas yang
ancaman hukuman maksimalnya adalah kurungan badan selama 2 (dua) bulan atau
denda paling banyak Rp500.000,- (lima ratus ribu Rupiah).
Demikian uraian terkait dengan Pembatasan
Ganjil-Genap yang belum lama diberlakukan di DKI Jakarta. Beberapa pihak tentu
ada yang menerima dan menolak kebijakan Pemerintah DKI Jakarta dalam penentuan
kebijakan Pembatasan Ganjil-Genap ini. Namun satu hal yang pasti bahwa seluruh
pihak tentu berharap bahwa permasalahan kemacetan di DKI Jakarta akan segera teratasi
dengan baik.
Sumber:
Segala kritik, saran, pendapat, maupun pertanyaan silahkan disampaikan melalui email: ardy.wirawan92@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar