Jumat, 09 September 2016

Pembatasan Lalu Lintas Ganjil-Genap di DKI Jakarta

Sumber foto http://www.aktual.com/


Permasalahan kemacetan di DKI Jakarta sudah semakin mengkhawatirkan. Kerugian yang timbul akibat kemacetan tersebut juga sangat besar nilainya. Misalnya saja akibat kendaraan yang harus stop and go pada kondisi macet menyebabkan konsumsi bahan menjadi lebih tinggi dibandingkan berjalan pada kondisi yang normal. Selain itu juga banyak kegiatan ekonomi gagal dilakukan atau setidaknya berkurang kualitasnya karena ketepatan waktu yang tidak terwujud disebabkan oleh kemacetan.

Berbagai kebijakan Pemerintah DKI Jakarta sudah diberlakukan guna menyikapi permasalahan di atas, contohnya pembuatan sistem Bus Transjakarta berikut dengan perluasan pelayanan yang terus dilakukan, pembatasan kendaraan dengan sistem three in one yang artinya pada ruas jalan tertentu dan pada jam tertentu di dalam satu mobil paling tidak harus mengangkut 3 orang, dan berbagai kebijakan lainnya. Kendati sudah dilakukan berbagai kebijakan dengan tujuan mengurangi tingkat kemacetan di DKI Jakarta, namun permasalahan kemacetan masih terjadi dan masih berada pada tingkat yang mengkhawatirkan.

Pemerintah DKI Jakarta dalam kegiatannya membuat kebijakan dalam rangka mengurangi kemacetan di DKI Jakarta, selain membuat kebijakan-kebijakan yang bersifat baru, juga senantiasa melakukan evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan yang telah ada. Salah satunya yang baru saja diberlakukan di DKI Jakarta adalah berupa kebijakan pelarangan kendaraan berdasarkan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) atau yang biasa dikenal dengan plat nomor polisi kendaraan (Nopol).

Kebijakan pembatasan kendaraan berasarkan Nopol (Pembatasan Ganjil-Genap) ini merupakan pengganti dari kebijakan yang telah diberlakukan sebelumnya yaitu sistem three in one.  Sistem three in one ternyata terbukti tidak efektif mengurangi tingkat kemacetan, justru di lain sisi menimbulkan masalah baru. Misalnya bermunculan praktik joki yang membantu para pengendara untuk memenuhi syarat three in one tadi. Lebih parahnya lagi, tidak sedikit ditemukan bahwa yang bekerja menjadi joki ini adalah anak-anak yang seharusnya pada jam-jam tersebut mereka sedang bersekolah.

Berdasarkan berbagai pertimbangan, Pemerintah DKI Jakarta kemudian mengubah sistem three in one menjadi Pembatasan Ganjil-Genap. Adapun Pembatasan Ganjil-Genap tersebut merupakan suatu kebijakan transisi menuju kebijakan yang dinamakan Electronic Road Pricing (ERP) atau sistem jalan berbayar elektronik. Namun dalam rangka mempersiapkan sarana dan prasarana kebijakan ERP tersebut, agar tidak hanya bersifat menunggu, digunakanlah formulasi Pembatasan Ganjil-Genap ini.

Berikut beberapa poin informasi terkait dengan Pembatasan Ganjil-Genap:

1. Jadwal Pelaksanaan

a. Sosialisasi       : 28 Juni s.d. 26 Juli 2016
b. Ujicoba            : 27 Juli s.d. 26 Agustus 2016
c. Pemberlakuan : Efektif berlaku mulai 30 Agustus 2016

2. Dasar Hukum Pelaksanaan

Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 164 Tahun 2016 tentang Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil-Genap

3. Waktu Pemberlakuan

a. Hari Senin s.d. Jumat
b. Hari Sabtu, Minggu, dan hari libur Nasional yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden tidak diberlakukan Pembatasan Ganjil-Genap
c. Pukul 07.00 – 10.00 WIB dan 16.00 – 20.00 WIB


4. Wilayah Penerapan

a. Jl. Sisingamangaraja;
b. Jl. Jenderal Sudirman;
c. Jl. M.H. Thamrin;
d. Jl. Medan Merdeka Barat;
e. Sebagian Jl. Jenderal Gatot Subroto antara persimpangan Jalan Gatot Subroto mulai dari Gerbang Pemuda s.d. persimpangan Jl. H.R. Rasuna Said pada jalur jalan umum bukan tol.   


Sistem Pengaturan Pembatasan Ganjil-Genap ini hanya memperbolehkan kendaraan melintas pada ruas jalan yang ditentukan dengan Nopol yang angka terakhirnya adalah angka genap pada tanggal yang merupakan angka genap, begitu pula sebaliknya. Misalnya Nopol B 6134 BRW, B 1436 TCG, B 126 PST, dan B 5248 CG, oleh karena angka terakhirnya adalah angka-angka genap, maka kendaraan tersebut hanya boleh melintas pada jalur-jalur yang ditentukan pada tanggal-tanggal yang angkanya genap pula. Kemudian misalnya Nopol B 3147 NFS, B 213 TKW, B 9743 BTK, dan B 4139 KL, oleh karena angka terakhirnya adalah angka-angka ganjil, maka kendaraan tersebut hanya boleh melintas pada jalur-jalur yang ditentukan pada tanggal-tanggal yang angkanya ganjil saja.

Penerapan Pembatasan Ganjil-Genap tidak diberlakukan kepada seluruh jenis kendaraan bermotor. Berikut ini beberapa jenis kendaraan yang tidak terkena Pembatasan Ganjil-Genap:
a. Kendaraan Pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia, yakni:
1. Presiden/Wakil Presiden;
2. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat/Dewan Permusyawaratan Rakyat/Dewan Perwakilan Daerah; dan
3. Ketua Mahkamah Agung/Mahkamah Konstitusi/Komisi Yudisial.
b. Kendaraan Pimpinan dan Pejabat Negara Asing serta Lembaga Internasional;
c. Kendaraan dinas berplat dinas;
d. Kendaraan pemadam kebakaran;
e. Kendaraan ambulans;
f.  Kendaraan angkutan umum dengan plat berwarna kuning;
g. Kendaraan angkutan barang;
h. Sepeda motor;
i.  Kendaraan untuk kepentingan tertentu.

Khusus untuk jenis kendaraan huruf g dan h, pemberlakukan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 164 Tahun 2016 tentang Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil-Genap (Pergub Ganjil-Genap) dilakukan paralel dengan peraturan perundang-undangan lainnya, misalnya pada ruas tertentu dan pada ruas jalan tertentu dan pada jam tertentu angkutan barang dilarang melintas, begitu pula bagi pengendara sepeda motor, untuk ruas jalan tertentu yang memang tidak diperbolehkan melintas, tetap tidak diperbolehkan melintas jalan tersebut.

Konsep sanksi bagi para pelanggar ketentuan sistem Pembatasan Ganjil-Genap ini ditentukan dengan mengacu kepada 2 peraturan perundang-undangan, yaitu Pergub Ganjil-Genap dan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU Lalu Lintas), yaitu dengan ketentuan sebagai berikut:

Pasal 6 Pergub Ganjil-Genap:
Pada ruas jalan yang menuju kawasan pembatasan lalu lintas dengan sistem ganjil-genap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, dipasang rambu lalu lintas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 8 Pergub Ganjil-Genap:
Pelanggaran terhadap pelaksanaan kawasan pembatasan lalu lintas dengan sistem ganjil-genap dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 287 ayat (1) UU Lalu Lintas:
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf a atau Marka Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,- (lima ratus ribu Rupiah).

Pasal 6 Pergub Ganjil-Genap menyatakan bahwa implementasi Pembatasan Ganjil-Genap dilakukan dengan membuat suatu rambu lalu lintas yang menerangkan hal sebagaimana dimaksud oleh sistem Pembatasan Ganjil-Genap ini, maka terhadap pengendara yang terbukti melakukan pelanggaran atas rambu lalu lintas ini akan otomatis melanggar Pasal 287 ayat (1) UU Lalu Lintas yang ancaman hukuman maksimalnya adalah kurungan badan selama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,- (lima ratus ribu Rupiah). 

Demikian uraian terkait dengan Pembatasan Ganjil-Genap yang belum lama diberlakukan di DKI Jakarta. Beberapa pihak tentu ada yang menerima dan menolak kebijakan Pemerintah DKI Jakarta dalam penentuan kebijakan Pembatasan Ganjil-Genap ini. Namun satu hal yang pasti bahwa seluruh pihak tentu berharap bahwa permasalahan kemacetan di DKI Jakarta akan segera teratasi dengan baik.


Sumber:


Segala kritik, saran, pendapat, maupun pertanyaan silahkan disampaikan melalui email: ardy.wirawan92@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar